Thursday, October 13, 2011

Menimbang Rasa Syukur


Oleh : Kartiko A. Wibowo


Seorang kawan pernah menyampaikan pendapatnya bahwa jika anda ingin mengetahui nikmatnya rasa sehat maka jalanilah sakit. Dengan pernah merasakan sakit maka seseorang menjadi lebih tahu nikmatnya dalam keadaan sehat. Komentar ini mengingatkan saya tentang kisah Abu Nawas di tengah laut. Ketika itu rombongan penumpang kapal terganggu oleh teriakan ketakutan seorang budak akibat goyangan kapal. Setiap kapal bergoyang, maka si budak berteriak keras-keras saking takutnya. Perilaku tersebut tentu saja menjadikan para penumpang lainnya terganggu, karena kapal selalu bergoyang oleh debur ombak.

Abu Nawas termasuk dalam kumpulan penumpang yang merasa terganggu tersebut. Kemudian karena tidak tahan mendengar teriakan si budak, Abu Nawas meminta kepada kapten kapal agar si budak dilemparkan ke laut.” Jika ia hampir tenggelam, maka ambil dan selamatkan dia, setelah itu pasti dia akan diam dan mengetahui bahwa duduk tenang di kapal adalah lebih nikmat daripada tenggelam di laut”.

Tentu saja kisah-kisah demikian perlu diambil sebuah saripatinya agar kita mengerti pesan yang tersurat dan tersiratnya. Memang demikianlah sesuatu yang memiliki kenikmatan menjadi lebih terasa bila seseorang telah mengalami keadaan yang lebih buruk dari kondisi saat ini. Artinya, sesuatu keadaan menjadi disebut nikmat jika dibandingkan dengan keadaan lain yang ternyata kondisi tidak menyenangkan. Jika demikian halnya maka seseorang yang ingin merasa nikmat cenderung harus menjalani keadaan sengsara terlebih dahulu.

Namun jika dikritisi dengan cermat, sesungguhnya konklusi seperti itu tidak sepenuhnya bisa dikatakan benar. Dalam kaidah syukur seseorang tidak harus membandingkan dengan sesuatu keadaan yang lebih buruk untuk mensyukuri nikmat. Padahal mungkin saja dalam keadaan yang tidak mengenakkan, justru pada saat itulah ukuran rasa syukur menjadi acuan. Mensyukuri dalam keadaan enak merupakan kewajiban yang memang harus dilakukan, namun mensyukuri dalam keadaan tidak enak merupakan akhlak seorang hamba yang baik. Bisa jadi keadaan kurang enak merupakan bagian dari pengampunan, ada hikmah yang tersembunyi, sebagi ujian untuk meningkatkan kualitas diri dan juga bisa jadi sebagai kafarat atas dosa-dosa yang pernah dilakukan. Jadi mengukur rasa syukur adalah dengan mensyukuri setiap keadaan yang berlangsung pada diri kita apapun keadaannya. Semoga kita selalu menjadi hamba yang pandai bersyukur. Aamiin.

Sumber : Buletin BINAMA

1 comment:

  1. Nice share gan! seperti kata2 Socrates , ” kesedihan membuat akal terpana dan tidak berdaya.jika anda tertimpa kesedihan, terimalah dia dengan keteguhan hati dan berdayakanlah akal untuk mencari jalan keluar”.

    ReplyDelete