“Dia hanya cinta sesaatmu! Nanti setelah rasa cinta itu pudar, baru kau tahu rasanya. Cukup Ibu saja yang mengalami, jangan sampai kamu juga mengalaminya, Neng! Lupakan dia!”
“Tidak, bu. Aku benar-benar tak bisa hidup tanpa dia. Buatku, dialah yang terbaik. Izinkan aku menikahinya, Ibu. Neng mohon, bu.”
Wajah Ibu semakin memerah. Kemarahan semakin jelas menggurat di wajahnya yang masih terlihat cantik itu. Tapi aku tak peduli, aku harus berjuang. Demi Cintaku pada kekasihku, pada orang yang ingin kujadikan pelabuhan terakhirku, Rick.
“Kalau kamu pilih dia, silakan keluar dari rumah Ibu. Jangan pernah datang ke rumah Ibu lagi, kecuali kamu sudah pisah dengannya,” gumam Ibu pelan namun tegas.
Aku mendekati Ibu. “Bu, Neng mohon… ” pintaku memohon.
“Pergi. Pergilah kalau dia yang kau pilih!” kata Ibu lagi. Ia berbalik punggung membelakangiku. Itu sudah cukup memberitahu tak ada gunanya lagi aku membujuknya lagi. Ibu telah mengambil keputusan dan keputusan itu takkan bisa diubah lagi.